Dalam serangkaian kegiatan di Malaysia, kami berkunjung ke Sanggar Bimbingan Al Amin Sentul di Kuala Lumpur. Dengan momen kemerdekaan Indonesia, dikemaslah suatu kegiatan pengabdian kepada masyarakat (PKM) Internasional yang dikoordinasi oleh Dr. Hetty Karunia Tunjungsari, SE., MSi selaku Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Tarumanagara serta Dr. Mei Ie, SE., MM yang membidangi PKM di Universitas Tarumanagara.
Dilaksanakan pada hari Sabtu 16 Agustus 2025 oleh Kartika Nuringsih, SE., MSi dengan Dr. Nuryasman MN, SE., MM dan menyertakan mahasiswa Program Studi Sarjana Manajemen FEB. Kegiatan ini juga diikuti oleh universitas lain dari Indonesia maupun Malaysia.
Sanggar Bimbingan Al Amin dikelola oleh Bapak Shoheh beralamatkan di 850 B, Jalan 9/48a Kg Chubadak Hilir Sentul Pasar Kuala Lumpur 51000. Ada sekitar 30 anak usia 6-12 tahun mengikuti kegiatan belajar secara informal. Mereka dilahirkan oleh ibu keturunan Indonesia yang telah lama tinggal di Malaysia. Keterbatasan akses sekolah dan fasilitas pendukung lainnya membawa mereka untuk belajar di sanggar bimbingan ini.
Kegigihan Bapak Shoheh beserta relawan lainnya telah berupaya mengatasi keterbatasan anak-anak pekerja migran Indonesia dalam mendapatkan kesempatan pendidikan. Apresiasi positif diberikan oleh Kedutaan Besar Indonesia di Malaysia hingga secara bertahap dapat mengatasi permasalahan mereka.
Namun keterbatasan itu masih tetaplah ada. Sanggar belajar ini sangat membutuhkan relawan guru untuk mendukung dan memastikan proses belajar secara kontinu. Hal mendasar masih banyak ditemukan bahwa di antara para peserta sanggar belum bisa membaca atau menulis.
Mereka juga perlu mendapatkan mata pelajaran wajib seperti halnya di sekolah formal. Sasaran ini tidak lepas dari upaya merealisasikan Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya SDGs-4 tentang quality education.
Kolaborasi bersama institusi pendidikan tinggi di Indonesia sangat diharapkan agar bisa membantu mengajar di sanggar tersebut. Gagasan itu dapat dirintis melalui kuliah kerja nyata atau KKN internasional sehingga kampus dapat membantu mengatasi keterbatasan pengajar di sanggar-sanggar tersebut.
Tidak menutup kemungkinan dapat dilakukan secara global partnership sesuai dengan SDGs-17 dalam rangka mengatasi kesenjangan dalam mendapatkan fasilitas pendidikan dan kesehatan.
Pada momen itu diberikan sosialisasi sederhana tentang gaya hidup berkelanjutan seperti: buang sampah pada tempatnya, pilah sampah dengan benar, makan buah-buahan, suka makan sayur, hemat air bersih, dan menggunakan energi secara hemat.
Sustainable lifestyle sebagai gaya hidup berorientasi pada pelestarian lingkungan termasuk pola konsumsi sehingga mereka mendapatkan gambaran dan dapat menyesuaikan dengan kehidupan masyarakat setempat.
Sebagaimana perayaan kemerdekaan, anak-anak mengikuti lomba tujuhbelasan seperti makan kerupuk, tiup gelas plastik, membawa balon dan lainya. Kegiatan ini dikuti beberapa sanggar belajar di Kuala Lumpur untuk menyemarakan kemerdekaan Indonesia dan menjaga semangat patriotik anak-anak di negeri jiran.
Sebagaimana harapan SDGs “no one left behind” maka bersediakah kita kembali ke Kuala Lumpur menjadi relawan Cik Gu untuk mengobati kehausannya pada ilmu pengetahuan dan kerinduan mereka akan Indonesia?. Ini sebagai renungan bersama dalam perayaan 80 tahun kemerdekaan Indonesia tercinta. (RrKn)